Pendidikan kepanduan atau kepramukaan adalah proses
pendidikan yang bertujuan untuk membentuk karakter, kepribadian, dan akhlak
yang mulia pada generasi muda. Pendidikan kepanduan juga bertujuan untuk
menanamkan rasa cinta tanah air dan bangsa, menggali potensi diri, dan
meningkatkan keterampilan.
Pendidikan kepanduan dilaksanakan di luar lingkungan sekolah dan keluarga, dan
menggunakan sistem among. Sistem among merupakan proses pendidikan yang
membentuk peserta didik agar berjiwa merdeka, disiplin, dan mandiri.
Di Indonesia, kepanduan dimulai pada tahun 1923 dengan didirikannya Nationale
Padvinderij Organisatie (NPO) dan Jong Indonesische Padvinderij Organisatie
(JIPO). Kedua organisasi ini kemudian meleburkan diri menjadi Indonesische
Nationale Padvinderij Organisatie (INPO) di Bandung pada tahun 1926.
![]() |
Pendidikan kepanduan atau kepramukaan |
Istilah awal dari Pramuka adalah Pandu, seperti yang digunakan di luar negeri.
Namun, di Indonesia, nama Pramuka sudah digunakan.
Istilah "pandu" dalam Pramuka berasal dari usulan K.H. Agus Salim dalam
kongres kepanduan Sarekat Islam (SI) pertama di Banjarnegara, Jawa Tengah
pada tahun 1928. Usulan ini muncul sebagai respons atas larangan Belanda
untuk menggunakan istilah "padvinders" dan "padvinderij" pada organisasi
kepanduan di Indonesia.
Istilah "pandu" dipilih sebagai pengganti "padvinders" yang berarti
"penunjuk jalan". Sedangkan "kepanduan" dipilih sebagai pengganti
"padvinderij".
Istilah "pandu" dan "pramuka" memiliki kesamaan, yaitu keduanya merujuk pada
perkumpulan pemuda yang berpakaian seragam khusus untuk mendidik anggotanya
menjadi orang yang berjiwa ksatria, gagah berani, dan suka menolong.
Gerakan kepanduan di Indonesia sudah ada sejak zaman Hindia-Belanda, yaitu
pada tahun 1912 di Batavia (nama Jakarta pada masa penjajahan Belanda).
Gerakan kepanduan tersebut merupakan bagian dari organisasi kepanduan
Nederlandsche Padvinders Organisatie (NPO) di Belanda.